Putraspin Pertama Kali
Menentukan Target Audiens
Penentuan target audiens sangat penting Anda lakukan agar pemasangan iklan lebih terarah. Sebaiknya, sesuaikan produk atau brand yang hendak diiklankan dengan target audiens yang tepat.
Misalnya, makanan sehat untuk bayi atau mainan anak edukatif ditargetkan kepada para ibu muda usia 20 hingga 30 tahun.
Sementara fashion trendy bisa diarahkan ke remaja milenial usia 17 tahun hingga 25 tahun. Selain berdasarkan usia, penentuan target audiens bisa pula berdasarkan lokasi (kabupaten, kota, negara), profesi, hobi, jenis kelamin, dan sebagainya.
Pemilihan Jadwal, Format Iklan, dan Deskripsi
Pemilihan jadwal iklan tayang berkaitan dengan berapa lama iklan yang Anda miliki akan ditampilkan di Facebook.
Pilih dan sesuaikan dengan kebutuhan serta sesuai pula dengan anggaran belanja iklan yang sudah Anda siapkan.
Sementara pengaturan format iklan bisa dalam bentuk, karosel, gambar tunggal, video, koleksi, tayangan slide, dan sebagainya.
Ketika membuat deskripsi iklan, pastikan deskripsi yang Anda buat benar-benar menarik, informatif, dan bisa memberikan gambaran lengkap kepada audiens mengenai produk atau brand yang Anda iklankan.
Pemilihan Gambar, Penulisan Judul dan Memasukkan Tautan
Selanjutnya, Anda bisa mulai dengan pemilihan gambar, penulisan judul dari iklan yang Anda buat, dan memasukkan link atau tautan yang ingin dituju dari iklan tersebut.
Cara Pembayaran Iklan Facebook
Iklan telah siap dan kini saatnya melakukan pembayaran iklan. Maksudnya, Anda perlu melakukan top up di akun Facebook Ads Anda.
Nanti Facebook tinggal mengurangi saldo yang tersedia sesuai dengan anggaran iklan yang juga sudah Anda tetapkan sendiri.
Pembayaran iklan Facebook bisa dilakukan dengan menggunakan kartu kredit, debit card, menggunakan aplikasi pembayaran pihak ketiga, seperti Doku, dan sebagainya.
Setelah membaca dan mengikuti panduan memasang iklan di Facebook Ads dalam artikel ini, seharusnya sudah membuat Anda pasang iklan di Facebook ya. Namun kalau masih ragu dan butuh bantuan ahli, Anda bisa klik Kontak Redcomm.
Sebagai digital marketing agency Indonesia dengan kantor berlokasi di Jakarta, Redcomm Indonesia sudah berpengalaman dalam membantu lebih dari 500+ brand dan menyelenggarakan lebih dari 1000++ digital campaign dengan hasil yang baik. Jadi, Anda bisa mempercayakan iklan Anda kepada Redcomm.
Wir verwenden Cookies und Daten, um
Wenn Sie „Alle akzeptieren“ auswählen, verwenden wir Cookies und Daten auch, um
Wenn Sie „Alle ablehnen“ auswählen, verwenden wir Cookies nicht für diese zusätzlichen Zwecke.
Nicht personalisierte Inhalte und Werbung werden u. a. von Inhalten, die Sie sich gerade ansehen, und Ihrem Standort beeinflusst (welche Werbung Sie sehen, basiert auf Ihrem ungefähren Standort). Personalisierte Inhalte und Werbung können auch Videoempfehlungen, eine individuelle YouTube-Startseite und individuelle Werbung enthalten, die auf früheren Aktivitäten wie auf YouTube angesehenen Videos und Suchanfragen auf YouTube beruhen. Sofern relevant, verwenden wir Cookies und Daten außerdem, um Inhalte und Werbung altersgerecht zu gestalten.
Wählen Sie „Weitere Optionen“ aus, um sich zusätzliche Informationen anzusehen, einschließlich Details zum Verwalten Ihrer Datenschutzeinstellungen. Sie können auch jederzeit g.co/privacytools besuchen.
Penentuan Penempatan Iklan
Selanjutnya, akan ada pilihan penempatan atau lokasi pemasangan iklan. Nah, bagian ini sebaiknya pilih yang otomatis saja.
Biarkan Facebook yang mengaturkan hal ini untuk Anda karena Facebook akan menempatkan iklan Anda pada area terbaik.
Ketergantungan manusia modern pada narkoba dan alkohol memunculkan dugaan mungkin mabuk-mabukan adalah tradisi kuno, bahkan sejak masa prasejarah. Dua hal itu bahkan mungkin mendorong tumbuhnya suatu peradaban.
“Minum dapat membantu orang bersosialisasi, mengubah perspektif, mendorong kreativitas, dan kafein membuat kita produktif,” catat laman Phys.
Kemungkinan lain bisa jadi zat psikoaktif dikembangkan sebagai respons terhadap penyakit peradaban. Masyarakat besar menciptakan masalah besar, seperti perang, wabah penyakit, ketidaksetaraan dalam kekayaan dan kekuasaan.
“Mungkin ketika orang tidak dapat mengubah keadaan mereka, mereka memutuskan untuk mengubah pikiran mereka,” lanjut laman itu.
Sayangnya, menelusuri asal-usul kapan manusia membutuhkan narkoba sebagai pengalih pikiran tak mudah. Hanya sedikit bukti arkeologi yang bisa menunjukkan penggunaan narkoba pada masa prasejarah.
Benih ganja muncul di dalam penggalian arkeologi di Asia dan diketahui usianya 8.100 SM. Data arkeologi pun menunjukkan opium pertama kali digunakan di Eropa pada 5.700 SM. Sejarawan Yunani Kuno Herodotus melaporkan orang Skit mulai kecanduan gulma pada 450 SM.
“Orang-orang menemukan opium dari bunga popi di Mediterania, ganja dan teh di Asia,” tulis Phys.
Namun, bisa jadi leluhur manusia sudah bereksperimen dengan zat adiktif sebelum dibuktikan data arkeologis. Batu dan tembikar terawetkan dengan baik, tetapi tanaman dan bahan kimia cepat membusuk.
Sejauh ini bukti arkeologi menunjukkan penemuan dan penggunaan intensif zat psikoaktif kebanyakan berasal dari masa revolusi neolitik pada 10.000 SM. Itu saat manusia telah menemukan cara bertani dan hidup menetap.
Baca juga: Asal-Usul Kopi
Secara historis zat psikoaktif telah digunakan oleh pendeta dalam upacara keagamaan. Sebagaimana menurut Marc-Antoine Crocq, ahli psikiatri Prancis, dalam “Historical and Cultural Aspects of Man’s Relationship with Addictive Drugs” jurnal Dialogues Clin Neurosci. 2007 Dec; 9(4), manusia pada awalnya mungkin menemukan efek psikoaktif dari beberapa tanaman melalui hewan ternak mereka.
“Tradisi mengatakan bahwa para pendeta Ethiopia mulai memanggang dan merebus biji kopi agar tetap terjaga sepanjang malam untuk berdoa. Itu setelah seorang gembala memperhatikan bagaimana kambingnya bermain-main setelah makan di semak-semak kopi,” tulis Crocq.
Lalu ada jamur Amanita muscaria yang mengandung zat halusinogen. Jamur ini, menurut Crocq, telah digunakan dalam ritual keagamaan di Asia Tengah setidaknya selama 4.000 tahun. Amanita muscaria memiliki makna religius di India kuno.
“Anak-anak [modern] mengenal jamur merah dengan bintik putih yang indah ini dari ilustrasi dongeng dan kartu Natal,” jelasnya.
Sementara di Amerika, penduduk aslinya telah mengenal efek dari kaktus peyote, kaktus san pedro, morning glory, datura, salvia, anadenanthera, ayahuasca, dan lebih dari 20 spesies jamur psikoaktif. Pernah ada temuan berupa sisa buah kaktus peyote berbentuk kancing berusia 4.000 SM menurut penanggalan karbon. Penduduk asli di Meksiko pra-Columbus dan juga Navajo di barat daya Amerika Serikat, menggunakan kaktus peyote (Lophophora williamsii) untuk memicu keadaan introspeksi spiritual. Kaktus ini mengandung efek psikoaktif, terutama mescaline.
Temuan patung berbentuk jamur dari Meksiko mengisyaratkan penggunaan jamur jenis psilocybe pada 500 SM. Jamur ini diketahui mengandung zat halusinogen.
Opium dari bunga popi oleh bangsa Sumeria pada akhir milenium ke-3 SM disebut dengan istilah “gil”, artinya kegembiraan.
Biji-bijian dari bunga popi juga dipercaya menjadi obat untuk mencegah tangisan berlebihan pada anak-anak. Ini terbaca dalam Papirus Ebers dari sekira 1500 SM, salah satu dokumen medis tertua umat manusia. Pertama-tama biji popi disaring menjadi bubur dan diberikan kepada pasien selama empat hari berturut-turut.
Stewart Ross dalam The First of Everything: a Celebration of Human Invention mencatat, Paracelsus (1493–1541), alkimiawan dari Swiss, adalah yang pertama kali meresepkan laudanum atau ekstrak alkohol dari opium pada 1525. Resep ini untuk obat pereda nyeri.
Pada abad ke-19, laudanum secara luas digunakan pada orang dewasa dan anak-anak. Mereka memakainya untuk berbagai penyakit, seperti insomnia, penyakit jantung, dan infeksi.
“Kelas pekerja sebagian besar mengonsumsi laudanum karena lebih murah daripada gin atau anggur, karena lolos dari pajak,” jelas Ross.
Morfin pertama kali digunakan oleh ahli kimia Jerman, Friedrich Serturner pada sekira 1804. Tiga tahun kemudian morfin mulai dijual.
Sementara ahli bedah China, Hua Tuo (sekira 140–208 M) mendapat kredit atas penggunaan pertama kali ganja sebagai obat bius. “Meskipun orang Mesir hampir pasti menggunakannya sebelum ini,” tulis Ross.
Orang-orang asli Amerika juga menemukan cara menghirup tembakau dan halusinogen melalui hidung. “Mereka adalah orang pertama yang menghirup narkoba, praktik yang kemudian dipinjam orang Eropa,” tulis laman Phys.
Crocq berpendapat, persoalan kehilangan kendali dan penyalahgunaan zat-zat adiktif mulai menjadi bahan diskusi pada abad ke-17. Isu-isu yang diperdebatkan seperti apakah kecanduan itu dosa atau penyakit, sehingga mana yang perlu dilakukan, pengobatan moral atau medis? Didiskusikan pula soal apakah pemakaian zat adiktif ini berkaitan dengan kerentanan dan psikologi seseorang. Diperdebatkan juga apakah zat ini harus diatur penjualannya atau tetap bisa diperjualbelikan secara bebas.
Baca juga: Candu untuk Revolusi Indonesia
Pada awal abad ke-20, ensiklopedia di negara-negara Barat masih menyatakan bahwa orang dengan kesehatan mental dan fisik yang baik dapat menggunakan opium tanpa risiko ketergantungan.
Namun, opium adalah contoh dari zat yang pola penggunaannya berubah pada beberapa abad terakhir. Dari obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan anestesi menjadi zat yang terkait dengan penyalahgunaan dan ketergantungan.
Sama halnya dengan metode fermentasi gandum yang mengandung pati untuk kemudian menghasilkan bir dengan kandungan alkohol sekira 5 persen. Proses fermentasi yang sama dengan anggur menghasilkan kandungan alkohol hingga 14 persen. “Orang bisa minum alkohol dengan kekuatan 50 persen dan lebih, membuatnya lebih mudah untuk mabuk,” lanjut Crocq. “Demikian pula rokok yang memungkinkan nikotin dapat diserap dengan cepat.”
Pada era kolonial, revolusi industri, dan perdagangan internasional, kecanduan menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Pada abad ke-18, potensi kecanduan opium diakui ketika sejumlah besar orang Tiongkok menjadi kecanduan. Pemerintah Tiongkok berusaha menekan penjualan dan penggunaannya.
Baca juga: Bisnis Candu Kompeni Belanda
Di Eropa, kelas pekerja terancam pula oleh kecanduan alkohol. Emil Kraepelin, psikiater Jerman yang berpengaruh besar pada pembentukan psikiatri modern, menjadi salah satu yang memerangi alkohol. Dia menerbitkan data psikometrik pertama tentang pengaruh teh dan alkohol pada awal 1890-an. Sebagai hasil dari penelitiannya, dia sampai pada kesimpulan bahwa kecanduan alkohol kronis memicu lesi otak kortikal yang menyebabkan penurunan kognitif permanen.
Sigmund Freud, ahli ilmu saraf yang sezaman dengan Kraepelin, kemudian melakukan pendekatan psikologis terhadap efek kecanduan. Konsekuensinya, kecanduan alkohol, opiat, dan bahkan perjudian telah dikelompokkan bersama di bawah penyebutan yang sama. Namun, itu dianggap sebagai ekspresi berbeda dari satu sindrom kecanduan yang mendasarinya.
“Menariknya, Al-Qur’an memperingatkan soal anggur (khamr) dan perjudian (maisir) dalam surat yang sama (Al-Baqarah: 219),” jelas Crocq.
Demikianlah orang-orang terdahulu menyempurnakan psikotropika menjadi lebih kuat. Lalu membuat efek yang lebih cepat. “Berujung pada penyalahgunaan,” tulis Crocq.
Terjadi kesalahan. Tunggu sebentar dan coba lagi.